Para aktivis dan sejumlah pengamat menyebutkan bahwa jumlah utang Indonesia sangat besar. Ratusan miliar dolar Amerika Serikat. Media media massa pun memberitakan komentar para aktivis dan pengamat itu dengan gegap gempita. Seolah olah Indonesia dalam bahaya besar karena punya utang segunung. Lebih dramatis lagi karena jumlah utang itu kemudian dibagi rata oleh jumlah penduduk sehingga setiap penduduk dianggap punya beban utang, sekian rupiah. Angkanya fantastis, utang itu membebani lebih dari Rp 20juta per penduduk.
Banyak sekali salah kaprah yang dilontarkan para aktivis dan lembaga lembaga sejenisnya, yang dikutip media dan disebarkan kepada publik, seolah olah benar. Media massa kita memang tidak cukup pandai atau belum cukup cerdas dalam mengemas informasi. Sebagian wartawan kita cenderung malas melakukan analisis terhadap sebuah informasi. Mereka hanya menelan saja mentah mentah setiap pernyataan atau peristiwa. Padahal tugas utama wartawan adalah menyampaikan informasi berkualitas. Artinya, publik tidak boleh menerima informasi tidak berkualitas. Bagaimana membuat sebuah informasi berkualitas? Itulah kenapa wartawan harus sarjana, karena dianggap mampu meramu, atau menyaring atau melengkapi sebuah informasi agar menjadi berkualitas.
Benarkah jumlah utang luar negeri Indonesia besar? Benar, kalau hanya dilihat dari sisi angka yaitu US$257 miliar. Kalau dirupiahkan mencapai lebih dari 2.000 triliun. Ayo bagi dengan jumlah penduduk Indonesia! Namun ingat, utang luar negeri yang sering disampaikan di media massa, adalah utang total Indonesia, yaitu berupa gabungan utang luar negeri pemerintah dan utang luar negeri swasta. Dari jumlah itu, utang swastanya mencapai US$135 miliar, lebih dari setengahnya! SALAH KAPRAH PERTAMA. Mbok ya, media media itu menyampaikan informasi yang akurat, jangan bergaya seperti aktivis yang memang tugasnya membuat laporan bombastis atau fantastis demi mendapatkan kucuran dana operasional. -_____-
Dalam urusan utang, kita juga tidak bisa hanya melihat angka jumlah utang. Ilustrasinya begini. Si A punya utang Rp100juta, sedangkan si B punya utang Rp10juta. Apakah si A lebih buruk kondisi keuangannya dibanding si B, karena jumlah utangnya lebih besar? Orang cerdas dan sehat akalnya, pasti akan menjawab belum tentu. Lihat dulu penghasilan si A dan si B, lihat juga kepemilikan asetnya. Kalau penghasilan per bulan si A adalah Rp20juta, sedangkan penghasilan si B adalah Rp2juta perbulan, prosentasenya kan sama saja. Lalu jika jumlah aset si A jauh lebih banyak dibanding si B, siapa yang lebih sehat kondisi keuangannya?
Yuk kita lihat kondisi Indonesia. Jumlah utang akan semakin baik jika prosentasenya terhadap pendapatan makin kecil. Dalam konteks negara, maka pendapatan diukur dengan PDB (product domestic bruto). Rasio utang Indonesia saat ini masih di bawah 30% dari PDB. Artinya menurut semua lembaga keuangan global, kondisi Indonesia masih sangat aman. Itulah sebabnya mereka memberikan status layak utang untuk Indonesia. Mereka akan dengan senang hati memberikan utang kepada Indonesia. Bukankah secara ekonomi kondisi ini sangat bagus? Bandingkan dengan Irlandia, Portugal atau Yunani, yang rasio utangnya di atas 100% atau bahkan mencapai 200%. Negara negara itu masuk kategori tidak layak utang, bahkan dianggap bangkrut!
Ayo dong, please deh… lebih cerdas dalam memberikan informasi kepada publik. Rasio utang Indonesia masih sangat jauh lebih baik dibanding Jepang (229%), Amerika Serikat (di atas 100%), Italia (120%), Singapura (di atas 100%), Australia (di atas 110%), Spanyol (di atas 150%), Jerman (di atas 170%), Perancis (di atas 170%), Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, Belgia, Belanda, Swiss, dan Inggris. Mereka adalah pengutang-pengutang besar dengan rasio yang tidak sehat. Secara teori, mendekati bangkrut.
Apakah Anda pikir negara-negara tersebut adalah negara miskin? Simak lagi dan baca lagi. Negara-negara itu adalah negara maju yang terkenal bagus kondisi keuangannya. Di antara pemilik rasio utang buruk itu, yang sudah dianggap bangkrut adalah Spanyol, Portugal, Irlandia dan Yunani. Namun sebagian dari mereka masih mendapatkan status layak utang, karena secara umum kondisi keuangan masih bagus dan asetnya masih berlimpah.
Inilah SALAH KAPRAH KEDUA. Menganggap Indonesia dalam kondisi bahaya dengan rasio utang di bawah 30%, bahkan dianggap terancam bangkrut. Hitungan dari mana?!
Kondisi berikutnya yang menyesatkan adalah kenapa Indonesia terus menumpuk utang? Anda pikir orang orang di pemerintahan itu bodoh semua? Mau terus menumpuk utang dan membebani rakyat? Jangan terlalu naif dong. Faktanya adalah hampir semua negara di dunia ini punya utang. Catatan terakhir pada 2013 ini, hanya ada 3 negara yang tidak punya utang atau tercatat tidak punya utang yaitu Brunei, Kepulauan Palau dan Makau. Anda tentu tahu Brunei, negara kaya raya dengan jumlah penduduk amat sedikit dan wilayah yang kecil. Palau? Mungkin baru mendengar. Sedangkan Makau adalah negara yang berada di bawah teritori Inggris yang akan diserahkan kepada China beberapa tahun lagi.
Lalu negara negara dengan jumlah utang amat sedikit adalah negara yang cenderung terisolasi atau kena sanksi, seperti Libya, Korea Utara atau Iran. Bukan tidak mau berutang, melainkan karena kesulitan mendapatkan utang. Negara negara dengan kondisi keuangan hebat pun tetap berutang, bahkan cenderung memiliki utang amat besar. Dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, termasuk Indonesia di dalamnya, hampir semuanya juga masuk dalam 20 besar angka utang tertinggi.
Apakah Indonesia masuk 20 besar juga untuk urusan utang? Ternyata tidak. Bahkan Indonesia berada di peringkat 32 pengutang terbesar, dan menjadi yang terendah diantara negara negara G20. Hal itu terjadi karena rasio utang Indonesia masih berada di bawah 30% GDP/PDB tadi. Masih sangat aman. Pemerintah bahkan terus berusaha menekan rasio itu. Jika sebelumnya berada pada kisaran 26-27% maka akan ditekan ke angka 24%. Jumlahnya memang terus meningkat karena PDB juga meningkat, namun rasionya diturunkan. Para aktivis dan pengamat kan hanya melihat jumlah angkanya, namun MENYEMBUNYIKAN rasionya.
SALAH KAPRAH BOMBASTIS adalah ketika jumlah utang tersebut dibagi oleh jumlah penduduk Indonesia, sehingga setiap orang seolah olah menanggung beban sekian rupiah. Kalau tidak salah, banyak sekali media yang menyebut orang Indonesia yang baru lahirpun sudah menanggung beban utang sebesar antara Rp10juta sampai Rp20juta. Innalillahi, dramatis sekali. Jelas jelas pembodohan. Tidak semudah itu cara berpikir dan logikanya. Seperti sudah dikupas di atas, utang luar negeri bukan hanya utang pemerintah tapi juga termasuk utang swasta. Apakah utang swasta juga harus ditanggung rakyat? Asal Anda tahu, jika utang luar negeri Amerika dibagi jumlah penduduknya maka setiap orang Amerika terbebani sekitar Rp500juta, sedangkan setiap orang Australia dibebani utang Rp600juta.
Yuh ah, kita berpikir lebih cerdas , rasional dan tidak menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan pihak lain. DOSA BESAR, kalau cara cara semacam itu masih digunakan untuk mendiskreditkan pihak lain. Carilah fakta fakta lain yang memang buruk dipandang dari segala sudut. Bukan mencari cari keburukan dari hal yang sebenarnya baik baik saja. Tugas kita semua untuk memberikan informasi yang akurat dan berkualitas kepada publik kepada rakyat. Khususnya tugas para jurnalis, media massa dan termasuk Kompasiana, untuk menyajikan informasi yang bermutu.
NB : Buat yang lagi ngganggur ada job bagus nih... klik DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar